Ketika seseorang diuji dengan menderita suatu penyakit boleh jadi kemudian merenungi penyebabnya, menelisik diri mungkin banyak kesalahanan dan dosa yang telah dilakukannya. Dia mencoba menggali hikmah dari ujian dan cobaan itu.
Allah menguji manusia dengan kesenangan atau kedukaan, kemudahan atau kesulitan, sehat atau sakit, kaya atau miskin, memilih yang haram atau halal, dalam ketaatan atau kemaksiatan dan lainnya. Ujian dan cobaan itu merupakan sunnatullah dalam kehidupan. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan.” (HR. Tirmidzi).
Ibnul Qoyyim mengatakan: “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah (yang dapat digali) . Namun akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia di bawah sinar matahari.”
Baca Juga: Menghitung Amalan Sendiri
Banyak hikmah yang dapat dipetik dari ujian dan cobaan itu. Dengan sakit mengingatkan akan kelalaianya yang pernah dilakukan. Rasulullah bersabda,”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya. (HR. Muslim).
Berobat merupakan ikhtiar seorang hamba untuk mendapatkan anugerah kesembuhan dari Allah. Obat hanyalah sarana sedangkan kesembuhan yang didapatkan atas ikhtiar atau tidak dari manusia semata karena kekuasaan Allah Ta’ala.
Imam Al Ghazali mencatat beberapa adab yang harus dilakukan oleh seseorang ketika menderita sakit. Pertama, memperbanyak ingat tentang kematian. Kedua, bertobat dari kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan.
Ketiga, tidak berhenti dengan kerendahan hati memuji dan berdoa pada Allah sebagai sarana meningkatkan ketaqwaan. Keempat, dengan sakit mengingatkan bahwa sesesungguhnya manusia itu lemah dan butuh pada Allah.
Kelima, berobat dengan tetap memohon kesembuhan dari Allah karena hakikatnya kesembuhan itu datangnya dari Allah. Keenam, meski dalam keadaan sakit namun masih bersyukur masih memiliki kekuatan.
Bandingkan jika kemudian dalam keadaan koma tak sadarkan diri. Ketujuh, tidak terus menerus mengeluh karena hanya akan memperkeruh suasana jiwa pada dirinya mau pun orang-orang yang menolongnya, yang merawatnya. Kedelapan, menghindari kontak fisik misalnya jabat tangan dengan orang lain terutama orang yang sakit tersebut berpotensi berpenyakit menular. Wallohu a’lambishshawab (H Nuchasin M Soleh/Harian Terbit)