Memang tidak semua orang memiliki sifat yang sama. Bolehjadi banyak orang yang tidak suka bila dicela orang lain, sebaliknya ada orang yang suka memuji meski tidak mengetahui ada keburukan dari orang yang dipuji dan ada orang yang selalu ingin mendapatkan pujian.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menganjurkan agar berhati-hati dengan pujian bahkan menganjurkan agar bisa menguasai diri tidak terlena termakan pujian dan menyikapinya dengan tidak menyukai pujian itu.
Pujian dan celaan bisa menjadi kebaikan atau keburukan bagi orang yang dipuji dan dicela. Pujian dan celaan itu bisa merupakan cobaan atau ujian. Pujian bisa menjadikan orang ujub atau sombong sifat yang dilarang agama. Allah berfirman:”......Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan." (QS Al Anbiya’: 35).
Baca Juga: Razia 40 Warung di Jakarta, Satpol PP DKI Sita 1.627 Botol Miras
Islam membolehkan orang memberikan pujian kepada orang lain kalau memang kebaikan itu benar-benar ada pada orang yang dipuji bukan sekedar pujian. Allah berfirman: "Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih." (QS Ali Imran: 188).
Islam melarang perbuatan mencela terlebih terhadap saudara seiman karena berdosa sehingga harus dijauhi. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim“ (QS. Al Hujuraat: 11).
Menurut Imam Al Ghazali ada tiga perkara datangnya celaan yakni, 1. Benar celaan itu tapi dengan maksud untuk memberi nasihat, 2. mencela untuk menyakiti hati, 3. Tidak benar celaan itu.
Baca Juga: Daur Ulang Sumpit Menjadi Bahan Produk Rumah Tangga Untuk Kurangin Beban Sampah Nasional
Ketika menyadari bahwa dirinya memang punya cacat dan cela seharusnya bersyukur. Marah atau membalasnya suatu kebodohan. Tapi kalau orang mencela bertujuan untuk menyakiti hatinya dan celaan itu memang benar maka hendaklah berlapang dada dan berusaha melepaskan diri untuk memperbaiki sifat yang tercela itu, karena boleh jadi cacat cela pada diri kita masih ditutupi tidak diperlihatkan oleh Allah.
Berlapang dada terhadap celaan memang tidak mudah. Namun anggaplah celaan itu sebagai hadiah. Ingat bahwa masih ada kebaikan pada diri sendiri untuk mendekatkan diri pada Allah.
Wallohu a’lambishshawab/H Nuchasin M Soleh/Harian Terbit
Artikel Terkait
Senantiasa Istiqomah
Kemewahan, Kesederhanaan dan Tenggang Rasa
Alam Semesta Inspirasi Kehidupan Manusia