Keniscayaan untuk Gus Yaqut

- Rabu, 21 Desember 2022 | 06:31 WIB
Benny Benke (dok)
Benny Benke (dok)


Oleh) Benny Benke

Di mana posisi Yaqut Cholil Qoumas diantara sejumlah nama mapan dalam kontestasi politik kiwari. Terutama dalam peta perebutan bakal calon presiden dan wakil presiden 2024, mendatang. Meski baru-baru ini, Burhanudin Muhtadi via Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terkait elektabilitas tokoh yang masuk bursa calon presiden (capres) 2024, nama Gus Yaqut tidak atau belum masuk orbitnya.

Karena kalah popularitasnya oleh nama Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Erlangga Hartarto, Puan Maharani, Anies Baswedan hingga Erik Tohir, Sandiaga Uno, Muhaimin Iskandar, Khofifah Indar Parawansa sampai Ridwan Kamil. Tapi keniscayaan dalam dunia politik tetap membuka peluang terbuka, nama Gus Yaqut dapat menyodok di tengah gebalau suara pundit politik.

Memang sampai saat ini, nama Menteri Agama dan Ketua GP Ansor, itu terlempar jauh entah ke mana. Kalah jauh popularitasnya dengan sejumlah nama di atas, bahkan mungkin kalah populer dengan AHY sekalipun. Tapi, publik dan pundit politik mungkin alpa, Gus Yaqut adalah satu diantara sedikit nama politikus yang paling memenuhi kualifikasi sebagai politikus Tengah. Dalam artian bandul politiknya tidak ke kanan, apalagi ke kiri.Baca Juga: Ditargetkan Gabung Sebelum Akhir Desember, Ronaldo Selangkah Menuju Saudi

Meski sejarah telah memberikan sinyal yang jelas dan keras saat Mike Pompeo, mantan menteri Luar Negeri AS dan direktur CIA secara khusus menghadiri acara GP Ansor pada Oktober 2020 lalu.Lalu dengan terang benderang Mike Pompeo mengatakan secara semantik jika Gus Yaqut-lah jalan tengah bagi dunia perpolitikan Indonesia kiwari, sejalan dengan semangat Pancasila. Yang tidak ke kanan, apalagi ke kiri bandul politiknya.
Sekaligus menegaskan jika isu-isu politik yang galib diangkat sejumlah parpol di Indonesia terkait dengan ideologi kanan atau kiri tidak mampu secara mustahak menjaring suara rakyat secara dominan.

Karenanya, bandul politik yang tidak ke kanan, apalagi ke kiri, tapi tetap mengayun dengan keseimbangan yang terjaga di tengah inilah yang membuat nama Gus Yaqut, lebih dari mustahak untuk dipikirkan kembali. Buktinya toh Gus Yaqut dipercaya dan ditunjuk sebagai Menteri Agama oleh Jokowi.Apalagi, mesin politik Gus Yaqut tidak main-main, jika mampu berjalan dengan baik, paling tidak ada tujuh (7) juta anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) se-Indonesia. Di luar anggota NU yang terafiliasi dengan GP Ansor di Indonesia.

NU sendiri anggotanya berkisar 95 juta (2021), dan menjadikannya sebagai organisasi Islam terbesar di dunia. Sedangkan GP Ansor adalah Badan Otonom Nahdlatul Ulama (NU) yang bergerak di bidang kepemudaan dan kemasyarakatan. Mendiang Gus Gur bahkan pernah menyebut jumlah warga nahdliyin di Indonesia mencapai 140 juta, memasukkan masyarakat Jawa abangan yang tersantrinisasi ke dalam ciri-ciri NU. Dengan basis lokalitas keislaman.
Sekarang kita semua maklum, siapa Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Yahya Cholil Staquf, adalah kakanda Gus Yaqut, jadi apa yang dikatakan Pompeo berdasarkan perhitungan politik yang sahih.

NU yang memayungi GP Ansor, pada awal pembentukannya berniat menyelaraskan lokalitas dan globalitas berjalan seiring, atau akan menjadikan organisasi politiknya, meminjam bahasa aktifis lingkungan David Suzuki; act locally, think globally. Ya persoalan politik memang bukan ihwal apa yang tampak di depan panggung belaka. Lebih banyak perkelahian terselubung dan lebih keras di belakang panggung, dengan kerumitan tingkat langit.
Makanya, genius sekelas Albert Einstein sekalipun pernah mengatakan, "Politik lebih sulit dari Fisika," kata Einstein ketika ditanya mengapa orang bisa menemukan tenaga atom, tetapi tidak mampu mengendalikannya (untuk kepentingan kebaikan belaka).Baca Juga: Warga Negara Tak Mau Belajar, Ingkari Tujuan Kemerdekaan

Karena politik bukan semata hitungan matematika, banyak faktor di luar hitungan popularitas juga angka yang turut mewarnainya. Di dunia politik, sebagaimana dikatakan Napoleon Bonaparte, "Absurditas adalah bukan halangan”. “In politics, an absurdity is not a handicap.” Tentu setiap nama calon presiden dan wakil presiden dalam pemilu Capres dan Wapres 2024 mempunyai handicap-nya masing-masing.
Handicap yang paling kecil, atau bisa ditolerir, dipercaya yang akan banyak diterima publik. Mari kita timbang dengan sangat hati-hati atas nama ilmu pengetahuan dan kemaslahatan orang banyak, sejumlah nama kandidat di atas.

Misalnya kita timbang nama Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Prabowo dan Gus Yaqut. Apakah keempat nama di atas berada di liga yang sama, atau berbeda. Ganjar, Anies, Prabowo dan Gus Yaqut. Ganjar yang pernah menjadi Anggota DPRRI periode 2004-2009 menggantikan Jakob Tobing yang ditunjuk Megawati untuk menjadi Duta Besar Indonesia di Korea Selatan, sebelum terpilih kembali menjadi Anggota DPRRI periode 2009-2014, namanya memang dikenal publik dengan baik.

Apalagi saat pada 2013, Ganjar melepas kursi anggota DPRRI karena terpilih menjadi Gubernur Jateng periode 2013-2018, dan 2018-2023. Meski semua orang juga tahu, persoalan Ganjar hanya satu, yaitu ridlo dan restu dari Megawati belum jatuh di kantongnya.
Malah perlawanan politik paling keras justru datang dari dalam tubuh PDIP sendiri, gegara Ganjar ditimbang berjalan 'sakkareppe dewe' atas pencalonannya sebagai calon Presiden.

Sampai-sampai Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, pernah dengan enteng menyebut Celeng bagi kader PDIP yang mendukung Ganjar. Karena ditimbang tidak tegak lurus dengan kebijakan mesin Partai, yang berniat mengajukan nama Puan Maharani. Suara miring dari lawan politik Ganjar di luar PDPI tak kalah banyak. Diantaranya, "Ngurusi kasus Wadas di Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah aja ngga beres, gimana mau ngurusi Indonesia". Plus beban kasus e-KTP di masa lalunya.

Tapi di sisi lain, Jokowi telah memberikan tanda yang tak kalah benderangnya, ihwal ciri-ciri presiden Indonesia berikutnya yang gemar memikirkan dan bekerja untuk rakyat adalah ada kerutan di wajahnya, dan berambut putih. Singkatnya, surat ijin mencalonkan diri menjadi presiden telah dikantongi Ganjar Pranowo, meski turun bukan dari pemilik partai definitif. Tapi justru dari petugas partai yang saat ini menjadi Presiden. Atau meski Presiden, sayangnya Jokowi tidak mempunyai stempel untuk mendaftarkan nama 'jagoannya' ke KPU.
Restu dan ijin yang sama diberikan kepada Prabowo Subianto. Saat Jokowi mengatakan, pemilu presiden tahun 2024 adalah jatah Prabowo. Serta, tanda kerutan dan rambut putih itu, "Setelah saya cek ternyata ada juga di pak Prabowo," kata Jokowi dalam sebuah kesempatan.

Prabowo adalah putra Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo. Ekonom dan politikus senior Indonesia, yang pernah diburu Soekarno, lalu diminta kembali oleh Soeharto. Soemitro adalah pentolan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Bedanya Prabowo dan Ganjar jelas sekali, Prabowo sudah punya tiket, Ganjar belum. Ihwal restu dan pertanda, yang diberikan kepada Ganjar dan Prabowo, hebatnya, tidak diberikan kepada nama Puan Maharani, misalnya. Apalagi kepada Anies Baswedan, yang notabene pernah dipecat Jokowi sebagai Mendikbud, karena ditimbang terlalu patuh kepada Wapres Yusuf Kalla, daripada kepada dirinya sebagai Panglima Tertinggi semasa menjadi Presiden periode pertamanya.

Meski Anies sudah mendapatkan tiket dari partai Nasdem, yang saat ini juga sedang membangun koalisi dengan partai tengah manapun, yang ditimbang mau mengusung Anies sebagai Capres bersama. Meski nasab dan jejak rekam Puan dan Anies juga bukan kaleng-kaleng. Puan adalah putri Megawati, Ketua Umum partai pemenang pemilu PDIP. Kakeknya, Presiden dan proklamator RI. Meski dengan amunisi yang sangat luar biasa, sayangnya, popularitas Puan di luar PDIP kalah dengan Ganjar, misalnya.Baca Juga: Pasca Gempa Cianjur Ajak Masyarakat Bangkitkan Kembali UMKM

Halaman:

Editor: Anugrah Terbit

Tags

Terkini

Rezim Karakterloos: Berani Bohong, Nggak Tahu Malu

Minggu, 26 Februari 2023 | 17:56 WIB

Pesta Rakyat Dewa 19, Sebuah Catatan dari JIS

Rabu, 8 Februari 2023 | 09:44 WIB

Tiga Serangkai Angkatan Baru Penulis Muda Indonesia

Jumat, 27 Januari 2023 | 16:49 WIB
X