Dalam berbagai peristiwa, keadilan lebih tampak dalam bentuk negatifnya, yakni ketidakadilan atau kezaliman yang dilakukan oleh penguasa. Keadilan itu di mata rakyat dilihat dalam berbagai bentuk perampasan kemerdekaan, akuisisi terhadap tanah milik rakyat, tanam paksa dan terutama sangat dirasakan dalam bentuk pajak pertanian dan pajak tanah yang tinggi.
Bentuk keadilan yang positif mungkin kurang dipahami oleh masyarakat umum di masa lalu. Masyarakat banyak menuntut keadilan karena merasakan adanya ketidakadilan. Barangkali makna keadilan itu dipahami jika diwujudkan dalam bentuk tindakan pemerintah kolonial yang mencatut atau mengurangi beban pajak. Oleh karena itu, makna keadilan dipahami melalui pengalaman ketidakadilan.
Keadilan dalam khasanah keindonesiaan
Dalam budaya Indonesia pengertian adil berasal dari kata serapan berbahasa Arab, yakni ‘adl. Dalam bahasa Inggris, adil dikenal kata justice. Di dalam al-Qur’an, pengertian adil atau justice itu ternyata tidak hanya diwakili oleh kata ‘adl. Sebagai kata benda, paling tidak ada dua kata yang artinya justice, yakni adl dan qisth.
Pada awal abad ke-20 di Indonesia, keadilan lebih dipahami secara rasional dan konkret, berkat pendidikan yang dihasilkan oleh Politik Etis (1904). Keadilan berarti pemberian hak partisipasi kepada kaum pribumi untuk turut mengatur pemerintahan dan birokrasi.
Keadilan juga berarti pemberian kesempatan bagi kaum pribumi, lewat wakil-wakilnya, untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dalam volksraad atau parlemen.
Selanjutnya, keadilan bagi sebahagian masyarakat yang lain berarti kesempatan berusaha, memperoleh pendidikan, memperoleh pelayanan kesehatan, atau melaksanakan ajaran agama. Dengan demikian, keadilan dalam bentuknya yang positif, dipahami sebagai pemberian hak-hak rakyat yang telah dirampas oleh penguasa.
Bagi Indonesia, teori keadilan yang cocok dan berlaku, dengan "adil" dapat kita temukan di dalam rumusan sila-sila Pancasila. Sila ke-2: "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", dan sila ke-5: "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Demikian pula di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI 1945 dan peraturan perundang-undangan lain, dengan jelas disebutkan tentang tingginya komitmen untuk mewujudkan keadilan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keadilan menurut konsep bangsa Indonesia adalah keadilan sosial.
Keadilan kesehatan
Di bidang kesehatan, tak dapat dimungkiri bahwa masih ada sebagian rakyat Indonesia yang belum bisa menikmati pelayanan kesehatan. Terjadi disparitas pelayanan kesehatan antara kaya dan miskin, antara pusat dan pinggiran, antara kota dan pedesaan, serta pesisir dan pulau-pulau kecil.
Namu, dengan adanya program jaminan kesehatan (JKN), penduduk yang miskin dan tidak mampu relatif telah memiliki jaminan sosial kesehatan. Artinya, bila mereka sakit dan membutuhkan pelayanan kesehatan, tidak perlu lagi mengeluarkan uang dari saku pribadinya.
Sekali pun JKN itu sendiri hanya membiayai pelayanan langsung. Tapi tidak menanggung transportasi, penginapan, dan konsumsi anggota keluarga/pendamping, bila pasien harus rawat inap.
Karenanya, persoalan keadilan kesehatan tidak berhenti pada biaya pengobatan saja. Ada hal mendasar yang tetap menjadi halangan bagi penduduk untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Halangan tersebut terletak pada belum mampunya negara untuk menghadirkan fasyankes, dokter, dan tenaga kesehatan di tengah-tengah pemukiman penduduk.
Penduduk seringkali menghadapi kendala geografi, jarak, dan transportasi untuk mencapai fasilatas kesehatan yang tersedia. Di sinilah letak sesungguhnya disparitas itu.