Oleh: Doddi Ahmad Fauji
ANAK
Anak itu
bukan milikmu
Ia adalah titipan
Hyang Maha Wikan.
Di mana kamu
wajib membesarkan,
memberi nafkah yang cukup
memberi pendidikan dan penalaran
memberi budi pekerti dan agama
dan mengarahkan jalan hidup
dan jalan mati …
Penggalan puisi di atas, terdapat dalam antologi puisi Potret Wajah Kita, gubahan Aloysius Slamet Widodo yang pertama terbit pada Februari 2004, dan dicetak ulang pada Mei 2004 dan Juli 2005. Tahun 2022 ini, rencananya akan diterbitkan kembali untuk keempat kalinya. Meski tidak laris bak kacang goreng, namun untuk buku puisi Indonesia, dapat diterbitkan 3 kali dengan sekali terbit 1.000 eksemplar, itu sudah tergolong bagus.
Saat membaca puisi di atas, ingatan saya langsung berputar pada larik-larik tentang anak dari Gibran itu. Ada kesamaan cara pandang dan topik bahasan, tentu dengan prosedur ucap yang berbeda. Bukan hanya tentang anak, pada beberapa tema dalam Potret Wajah Kita dengan Sang Nabi, terdapat beberapa kesamaan, misalnya tema tentang cinta, perkawinan, orang tua, hukum, guru, penyair, dan lain-lain. Perbedaannya, Gibran menyodorkan definisi prilaku manusia, sedang Slamet menyodorkan gambaran moral laku manusia, dengan menyarankan sebaiknya laku manusia itu begini atau begitu, dan atau jangan begini atau jangan begitu.
Puisi naratif atau prosa lirik karya Kahlil Gibran yang diterbitkan dalam antologi berjudul Sang Nabi, sangat menggugah banyak pembaca, sehingga terjual bak kacang goreng untuk buku kategori puisi, di tengah melimpahnya buku puisi yang sulit laku. Sang Nabi dalam versi Bahasa Inggris, The Prophet, terjual jutaan eksemplar, dan dalam Bahasa Indonesia yang diterbitkan Bentang, sejak Desember 1999 – Oktober 2003, telah cetak 9 kali, dengan puluhan ribu eksemplar terjual. Sebelum diterbitkan Kembali oleh Bentang, saya pernah membaca Sang Nabi. Ada beberapa penerbit Indonesia menerbitkannya. Salah satu judul puisi yang amat memikat dari Sang Nabi, adalah bertutur tentang Anak, yang penggalan lariknya seperti ini:
Anakmu bukanlah milikmu
Ia adalah putra-putri sang hidup
Yang rindu pada dirinya sendiri
Artikel Terkait
Sastrawan Ajip Rosidi Meninggal Dunia di Usia 82 Tahun
Launching Buku Bamsoet '60 Tahun Meniti Buih di Antara Karang', Testimoni oleh Presiden Jokowi
Bicara Buku Pustaka, Fadel: Setiap Masalah Pasti Ada Jalan Keluarnya
Ilham Habibie Luncurkan Buku Tentang Kebangkitan Industri Dirgantara, Terinspirasi Kiprah Sang Ayah