Hokky Caraka dan Tiga Presiden

- Sabtu, 1 April 2023 | 03:22 WIB
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).

Mantan Ketua Badan Tim Nasional (BTN) PSSI.

Mantan Ketua Umum PSSI.

SETIAP peristiwa pasti ada hikmahnya. Dan pasti bisa kita ambil pelajaran. Termasuk peristiwa batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia Under 20 Tahun. Jadi sudah tepat apa yang dikatakan Presiden Jokowi; Sudahi saling menyalahkan. Ambil pelajaran.

Ada empat aktor utama yang bisa kita jadikan topik bahasan untuk mengambil pelajaran. Pertama, striker Timnas U20 Hokky Caraka. Kedua, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Ketiga, Presiden FIFA Gianni Infantino. Dan keempat, Presiden PSSI Erick Thohir.

Kita ambil pelajaran dari Hokky Caraka terlebih dahulu. Hokky Caraka disebut oleh media sebagai pemain Timnas Indonesia yang bereaksi paling vokal. Usai Piala Dunia U20 batal digelar di Indonesia.

Di sejumlah media sosial beredar kutipan kalimat Hokky Caraka yang mengungkapkan perasaan kesalnya. Ada dua yang saya anggap penting. Dan kedua statemen tersebut menuai pro kontra dari netizen.

Yang pertama, beredar kalimat dari Hokky; “Berjuang untuk kemerdekaan negara orang lain [Palestina]. Tapi kalian semua merusak impian anak-anak bangsa sendiri. Mimpi Indah kawan-kawan. Sampai berjumpa lagi”.

Banyak yang membully Hokky di belantara medsos karena kalimat ini. Ada yang mengatakan tidak pernah ikut pelajaran PMP. Ada yang mengatakan tidak punya nasionalisme. Dan banyak lagi.

Saya pribadi sama sekali tidak menyalahkan apa yang disampaikan Hokky. Karena itu sama sekali bukan salah Hokky. Tetapi salah kita semua. Sebagai generasi tua. Generasi yang melahirkan angkatan gagap. Generasi yang membiarkan penerus kita hidup tanpa falsafah kebangsaan yang kuat.

Kita yang salah. Bukan Hokky. Karena sejak tahun 1928, pada tanggal 31 Agustus, Ki Hajar Dewantoro sudah mengingatkan kita semua. Beliau mengatakan; “Jika Anak didik tidak kita ajarkan nasionalisme dan kebangsaan, boleh jadi mereka akan menjadi lawan kita di masa yang akan datang”.

Dan pada tanggal 13 November 1998, Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998, mencabut Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4 sebagai materi Pendidikan Ideologi yang diterapkan melalui Penataran P4. Dengan pertimbangan karena materi muatan dan pelaksanaannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara.

Inilah tindakan frontal bangsa ini untuk memisahkan anak bangsa dari Ideologinya. Awal bangsa ini mulai meninggalkan Pancasila sebagai grondslag dan staats fundamental norm.

Halaman:

Editor: Anugrah Terbit

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Korupsi dan Rontoknya Ideologi

Kamis, 1 Juni 2023 | 11:00 WIB

Apa Buktinya Tuan Rumah SEA Games, 'Bermain'?

Senin, 15 Mei 2023 | 23:04 WIB

Buku di Tengah Disrupsi Digital

Senin, 3 April 2023 | 09:35 WIB

Hokky Caraka dan Tiga Presiden

Sabtu, 1 April 2023 | 03:30 WIB

Hokky Caraka dan Tiga Presiden

Sabtu, 1 April 2023 | 03:22 WIB

Ketika Kita Sulit Memisahkan Politik dan Olahraga

Minggu, 26 Maret 2023 | 21:00 WIB

Indonesia Bukan Negara Sejahtera

Jumat, 24 Maret 2023 | 13:05 WIB

Sikap Budaya dan Korupsi

Rabu, 22 Maret 2023 | 16:03 WIB
X