HARIANTERBIT.com - Rapat Kerja yang digelar Komisi I DPR RI bersama Panglima TNI Laksamana Yudo Margono beserta para kepala staf AU & AL dan jajarannya kecuali KASAD yang diwakili oleh Wakasad Letjen TNI Agus Subianto dengan agenda membahas kondisi "Papua dan Alusista TNI" dinilai berbau politisasi.
"Raker yang dilakukan Komisi I dengan Panglima TNI patut dipertanyakan karena tidak melibatkan Menteri Pertahanan yang memang sudah menjadi kewenangannya sebagai mitra kerja," kata Ketua Ikatan Rakyat Aktivis Reformasi (IKRAR) Yaser Hatim ditemui di Jakarta, Jumat (3/2/2023).
Ia mengatakan, dalam hal ini hubungan kelembagaan dan ketatanegaraan Republik Indonesia untuk menyampaikan informasi. "Serta perencanaan yang berkaitan dengan pertahanan negara dan TNI dari sisi kebijakan strategis dan perencanaan anggaran serta administrasi," ujar Yaser.
Menurut Yaser terlebih aroma tendensius yang mendiskreditkan KASAD karena berhalangan hadir dilontarkan Ketua Komisi I Meutya Hafid dan Dave Laksono selaku anggota dari Fraksi Golkar yang seolah-olah menjadi atasan TNI.
Baca Juga: Beredar Video Jennie BLACKPINK Ketakutan Naik Roller Coaster Sebelum Konser Born Pink
"Mereka memposisikan KASAD sebagai anak buahnya dengan mengekspresikan sikap marah dan protes kepada Panglima TNI karena KASAD berhalangan hadir," tutur Yaser.
Selain itu, kata Yaser, akuntabilitas politik dan akuntabilitas operasional DPR RI, Presiden, Menhan dan Panglima TNI, sudah sangat jelas posisi dan kedudukan Panglima TNI dibawah presiden dan dalam hal kebijakan strategis serta administrasi pemenuhan kebutuhan TNI Panglima TNI berkordinasi dengan Kemenhan.
"Hubungan DPR terhadap TNI tidak secara langsung vertikal atasan - bawahan atau horizontal eksekutif - legislatif, namun harus melalui presiden sebagai panglima tertinggi atau melalui Kemenhan sebagai mitra kerja," jelas Yaser.
Menurut Yaser, selain meminta pertanggungjawaban kinerja Kemenhan secara keseluruhan atau berdasarkan permintaan (akuntabilitas politik).
Baca Juga: Nelangsa Chuck Putranto, Dimanfaatkan Ferdy Sambo hingga Psikis Anaknya Terganggu
"Pengawasan anggaran atau akuntabilitas operasi dilakukan oleh lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan yang secara periodik melakukan pemeriksaan penggunaan APBN," ungkapnya.
Diakui Yaser, pihaknya menolak Politisasi TNI oleh Komisi I DPR RI dalam Bentuk Rapat Kerja Langsung Dengan Panglima TNI.
Praktik nyata dalam politisasi TNI sudah sangat terasa karena ambiguitas pemaknaan kata "persetujuan oleh DPR" dalam pasal 13 ayat (1) dan (2) UU no.34 tentang TNI yang menyatakan pengangkatan dan pemberhentian panglima harus mendapatkan persetujuan DPR.
"Dari sinilah posisi Panglima TNI menjadi jabatan politis karena harus melalui fit & propertes serta mekanisme lainnya di Komisi I DPR RI. Sehingga saat ini seolah2 Komisi I DPR RI sebagai atasan Panglima TNI dan melemahkan posisi Panglima TNI dihadapan Komisi I DPR RI," ucap Yaser.
Artikel Terkait
DPR Ungkap BRIN Harus Diaudit, Anggaran Rp700 Miliar Kemana?
Mahasiswa UI Tewas jadi Tersangka, Komisi III DPR: Bertentangan dengan KUHAP
Tolak Perppu Ciptaker dan RUU Kesehatan, Ribuan Buruh Bakal Kepung Gedung DPR