HARIANTERBIT.com - Indonesian Audit Watch (IAW) mengadu ke Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kewenangan oleh beberapa instansi soal publikasi angka yang tidak sesungguhnya dalam penatakelolaan perkebunan kelapa sawit dan jumlah produk Crude Palm Oil (CPO). Hal ini membuat Indonesia dirugikan hingga ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
"Akibat publikasi angka yang tidak sesuai itu negara tidak memperoleh pajak dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dengan seharusnya," ujar Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, SH, dalam keterangannya, Jumat, 27 Januari 2023.
Iskandar memaparkan, adanya jumlah takelola perkebunan sawit dan CPO yang tidak sesuai itu maka Kejagung untuk membantu Pemerintah menegakkan rasa adil terhadap rakyat. IAW yakin akan terbentuk model pembenahan terkait data faktual luasan kebun sawit, asal/jenis area perkebunan kelapa sawit, jumlah produk CPO dan seluruh turunannya yang diekspor dan atau diimpor sebab berimplikasi terhadap pendapatan negara.
Baca Juga: Hendra Kurniawan Dituntut 3 Tahun Penjara
Iskandar juga membeberkan soal sejarah perkebunan sawit dari penjajahan Belanda hingga saat ini. Tahun 1848, orang Belanda membawa empat biji kelapa sawit (Elaeis guineensis) dari Bourbon, Mauritius, dan Hortus Botanicus, Amsterdam kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor. Lalu 1911 usaha perkebunan kelapa sawit dimulai oleh Adrien Hallet, warga Belgia diikuti K. Schadt membuka perkebunan kelapa sawit pertama di pantai timur Sumatera (Deli) dan Aceh dengan luas 5.123 hektar.
Kemudian tahun 1957 Pemerintah mulai ikut memgambil-alih kebun sawit setelah Jepang meninggalkan Indonesia karena alasan politik dan keamanan. Lalu masa Pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diputuskan berorientasi pada budidaya kelapa sawit dan mendorong pembukaan lahan baru untuk penghijauan.
"Pemerintah mulai banyak memberi dukungan berupa kebijakan dan kredit serta proteksi berbentuk intensif terhadap perkebunan kelapa sawit," jelasnya.
Pada tahun 1970, sambung Iskandar, luas kebun kelapa sawit masih 29.560 hektar dengan produksi CPO sebanyak 721.172 ton. Dimasa itu lahir program kredit Perkebunam Besar Swasta Nasional (PBSN 1 dan 2) tahun 1976 serta program kebun sawit pola PIR-Trans (Perkebunan Inti Rakyat-Transmigrasi) dan Skema Inti Perusahaan Perkebun Hutan (PIR-BUN). Kebijakan-kebijakan tersebut menstimulus perluasan perkebunan kelapa sawit Indonesia signifikan menjadi sekitar 200.000 hektar. Hal itu terus berkembang.
Dari masa 1980 sampai tahun 2009 luas kebun kelapa sawit melesat menjadi 7.820.000 hektar dimana sebagian besar dimilik oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) yakni sekitar 3.893.000 hektar. Yang dimiliki perkebunan rakyat (PR) sekitar 3.310.000 hektar dan sisanya 616.000 hektar milik Perkebunan Besar Negara (PBN).
Baca Juga: Doa Ulama dan Santri Kawal Ganjar Pranowo di Pilpres 2024
"Tahun 2019 berdasar Keputusan Menteri Pertanian nomor 833 tahun 2019, tentang luas lahan tutupan kelapa sawit nasional disebut bahwa perkebunan kelapa sawit mencapai 16,38 juta hektar," jelasnya.
Lebih lanjut Iskandar menuturkan, Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2019 terhadap Perizinan, Sertifikasi, dan Implementasi Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit yang Berkelanjutan serta Kesesuaian dengan Kebijakan dan Ketentuan Internasional, ternyata ditemukan lahan perkebunan kelapa sawit seluas 16,8 juta hektar.
"Luasan itu semua sudah ditanami pohon kelapa sawit. Ini lebih luas dibandingkan data resmi instansi Pemerintah manapun yang maksimal hanya menyebut 16,38 juta hektar," paparnya.
Namun, lanjut Iskandar, uniknya tahun 2021 Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut luas perkebunan kelapa sawit malah sekitar 14,62 juta hektar tersebar di 26 provinsi yakni seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan Kalimantan, Provinsi Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
"Disebut juga status pengusahaan pada 2021 masih didominasi oleh PBS sebesar 8,04 juta hektar atau 55 persen. Diikuti perkebunan rakyat menguasai 6,03 juta hektar atau 41,24 persen serta sisanya 0,55 juta hektar atau 3,76 persen dikuasai oleh PBN," bebernya.
Artikel Terkait
Kelapa Sawit Bisa jadi Opsi Atasi Ancaman Krisis Pangan
Pembebasan Pungutan Ekspor Sawit Berlanjut
Kementan Diminta Dongkrak Realisasi Program Peremajaan Sawit Rakyat