Aksi Jilid V di KPK dan Kejagung, Aktivis Garantor Minta Dua Anggota DPR Diperiksa

- Jumat, 6 Januari 2023 | 16:15 WIB
Kelompok aktivis tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Koruptor (Garantor) kembali menggelar Aksi Jilid V di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Jumat, 6 Januari 2023.
Kelompok aktivis tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Koruptor (Garantor) kembali menggelar Aksi Jilid V di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Jumat, 6 Januari 2023.

HARIANTERBIT.com - Kelompok aktivis tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Koruptor (Garantor) kembali menggelar Aksi Jilid V di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Jumat, 6 Januari 2023. Mereka menagih KPK atas aduan Garantor terhadap dua anggota DPR AS dan AA.

"Sudah saatnya KPK dan Kejaksaan Agung untuk memanggil, memeriksa AS dan AA. Jangan ada yang terkesan kebal hukim di NKRI atas indikasi dugaan kasus korupsi, penyelundupan dan penyalahgunaan jabatan dalam bisnis," tegas Koordinator Aksi Miftahudin.

Baca Juga: Polda Turunkan Polisi Berpakaian Preman Amankan Laga Indonesia Vs Vietnam

Massa yang mengenakan topeng mirip politisi salah satu parpol itu juga menyerukan beberapa tuntutan melalui orasi-orasinya. Soal kasus yang pernah disuarakan dan dilaporkan menyeret nama AS, menurut Miftahudin, pihaknya menduga AS terlibat praktik bisnis ilegal berupa jual beli BBM bersubsidi.

"AS diduga bekerjasama oleh orang dalam Pertamina dalam praktiknya menerima langsung dari penjual 'kencing minyak' dari kru kapal yang dimuat 300 KL dengan 200 KL dibayar dengan harga dibawah pasaran dengan selisih harga Rp. 3000 sampai dengan Rp. 5000 per liter," ujarnya.

Selain itu, Miftahudin menyebut AS juga diduga memasukkan barang mewah dari luar negeri tanpa melalui sistem yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Baca Juga: Sedikitnya 3 Ribu Aparat Gabungan TNI Polri Amankan Laga Indonesia vs Vietnam

"Tindak pidana korupsi tersebut melibatkan Sdri. NMD selaku penjual dan AS selaku pembeli. Dalam praktiknya transaksi tersebut ilegal karena tidak dikenakan biaya pajak negara sebesar 25 persen per unit dari luar negeri dan diduga melakukan transaksi pembelian sebesar Rp 5 Miliar untuk 10 unit sepeda," ungkapnya.

Tak hanya itu, Miftahudin juga meminta KPK tidak menutup mata dengan dugaan keterlibatan AS terkait kasus dugaan korupsi di Badan Keamanan Laut (BAKAMLA).

Sementara untuk kasus yang menyeret nama AA, Miftahudin menyampaikan adanya dugaan keterlibatan Anggota DPR itu terkait dugaan korupsi kegiatan penambang ilegal yang telah merugikan aset negara dan melanggar ketentuan perundangan UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU nomor 31 tahun 1999.

Baca Juga: PN Jakarta Selatan soal Video Hakim Wahyu: Di sana ada framing

Dijelaskannya, informasi yang berkaitan dengan hal tersebut adalah adanya kegiatan tambang ilegal di Kabupaten Morowali Prov. Sulawesi Tengah tepatnya di lokasi Blok Bahodopi Utara (eks PT. Vale yang berdasarkan Kepmen ESDM No. 1802K/30/MEM/2018 tanggal 23 April 2018 yang merupakan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) milik PT. Aneka Tambang dengan perusahaan daerah milik Pemrov Sulawesi Tengah, milik Pemkab Morowali, dan menjadi pengelolaan swasta.

"Informasi dari pihak berwenang bahwasanya PT. Vale berstatus kontrak karya sejak tahun 1968 s/d 2015, namun kontrak karyanya telah berakhir tahun 2015 dan tidak ada perpanjangan. IUP-nya pun telah dicabut oleh Bupati Morowali 2013-2018 Sdr. Anwar Hafid, M.Si, namun beberapa tahun terakhir terlihat adanya kegiatan diduga ilegal di eks lokasi PT. Vale yakni di Blok 3 dan 4 yang berdampak langsung pada warga dan perkampungan sekitar," tuturnya.

Miftahudin menilai sepak terjang AA diduga menyalahgunakan jabatan bisnis pertambangan tanpa izin resmi dan masih dalam proses sengketa. Pihaknya menduga ada bau tak sedap dalam kegiatan penambangan nikel yang terjadi di Blok Bahodopi Utara Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah adalah kegiatan ilegal karena tidak memiliki semua perijinan, tidak ada dokumen Analisis Dampak Lingkungan dan jaminannya serta merupakan bentuk perambahan hutan karena lokasi penambangan oleh PT. Oti Oye Abadi merupakan kawasan hutan lindung.

Halaman:

Editor: Anugrah Terbit

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X