HARIANTERBIT.com - Ratusan masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Anti Perampasan Aset Negara (MAPAN) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas dan mengusut tuntas dugaan mafia tanah dan hutan di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Mafia ini terkait dugaan pelanggaran hukum berupa penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan yang mengakibatkan hilangnya hutan negara seluas 8 ribuan lebih.
"Kami datang ke KPK untuk mendesak langkah nyata KPK untuk menindak tegas dugaan pelanggaran hukum penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan," ujar Koordinator Aksi MAPAN, Amri saat menggelar aksi di depan Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 24 November 2022.
Amri mengatakan, sebelum ke KPK, MAPAN telah mendatangi Bareskrim Polri dan Kementerian ATR BPN agar kedua institusi tersebut turun tangan usut dugaan mafia tanah dan hutan di Kalsel. Namun, kata dia, usaha MAPAN belum ada jawaban dan tindakan yang jelas dari kedua instansi itu
"Sebagai perwakilan dari beberapa elemen masyarakat MAPAN berharap KPK sebagai leading sektor pemberantasan korupsi berani bertindak tegas terhadap para oknum perampas aset negara dan koruptor sektor kehutanan bahkan menindak sampai penerima manfaatnya atau eneficial ownership," tegas dia.
Amri menduga adanya keterlibatan mantan oknum pejabat direksi PT Inhutani II, oknum BPN, Direksi PT Multi Sarana Agro Mandiri (PT MSAM), PT MSAM sendiri selaku koorporasi dan Bupati Kotabaru dalam proses penerbitan izin usaha perkebunan tersebut.
Karena itu, kata Amri, KPK perlu melakukan langkah konkrit memberantas dugaan praktik pelanggaran hukum di areal kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Inhutani II Unit Pulau Laut, Kalimantan Selatan.
"Hal tersebut sebagai bentuk dukungan pada perintah Presiden RI dalam memberantas mafia tanah dan komitmen KPK yang menempatkan korupsi sektor kehutanan sebagai tindak pidana korupsi yang menjadi prioritas untuk diberantas," ungkap dia.
Baca Juga: Kasus Gagal Ginjal Akut, Bareskrim Periksa Kepala Laboratorium BPOM
Amri menjelaskan PT Inhutani II adalah pemegang Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.193/MENHUT-II/2006 (SK 193/2006) dengan areal kerja pemanfaatan hutan seluas + 40.950 ha di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 19 Juni 2017, oknum direksi PT Inhutani II mengadakan kerja sama perkebunan sawit di sebagian area IUPHHK-HA bersama PT MSAM.
"Diduga kerja sama tersebut tidak sesuai dengan SK 193/2006 sebab kawasan hutan PT Inhutani II digunakan sebagai perkebunan sawit tanpa memperoleh persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK)," jelas dia.
Kerja sama perkebunan sawit ini selain tanpa persetujuan Menteri, kata Amri, disinyalir bermaksud mengalihkan kekayaan negara berupa hutan kepada oknum korporasi secara tidak sah. Dalam mengalihkan areal izin pemanfaatan hutan PT Inhutani II menjadi tanah HGU PT MSAM sebelum ada perubahan status kawasan.
Puncaknya, lanjut Amri terjadi pada 4 September 2018, Menteri ATR/BPN menerbitkan Keputusan Pemberian HGU kepada PT MSAM dengan Nomor: 81/HGU/KEM-ATR/BPN/2018. Penerbitan HGU kepada PT MSAM, tutur dia, menyebabkan hilangnya hutan negara seluas sekira 8.610 ha yang dahulu dimanfaatkan oleh PT Inhutani II.
"Karena itu, kami minta KPK membongkar bongkar dugaan persekongkolan oknum BPN, Inhutani II dan PT MSAM dalam menghilangkan aset negara (tanah) di Kotabaru, Kalimantan Selatan serta memeriksa dan menjadikan tersangka oknum BPN, oknum Inhutani II dan pihak PT MSAM sebagai terduga pelaku penghilangan aset negara di sana," pungkas Amri.