HARIANTERBIT.com - Ratusan masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Anti Perampasan Aset Negara (MAPAN) mendesak Kementerian ATR/BPN untuk menindak tegas dugaan mafia tanah di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mafia tanah ini terkait dugaan pelanggaran hukum berupa penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Hal ini disampaikan Koordinator Aksi MAPAN, Iradat saat menggelar aksi di depan Kantor ATR/BPN pada Kamis, 27 Oktober 2022. MAPAN, kata Iradat, menduga akibat pelanggaran hukum tersebut, negara kehilangan 8 ribuan hektar lebih. Ini diduga dilakukan mantan oknum pejabat direksi PT Inhutani il, oknum BPN dan Direksi PT Multi Sarana Agro Mandiri (PT MSAM). Menurut Iradat, butuh ketegasan dari Kementerian ATR/BPN.
Baca Juga: Sudding Minta Mahfud MD Jangan Sudutkan Polisi Terus
"PT MSAM sendiri selaku koorporasi dari Bupati Kotabaru yang diduga terlibat dalam proses penerbitan izin usaha perkebunan. PT MSAM diketahui milik Syamsudin Andi Arsyad atau H. Isam, pengusaha asal Batu Licin, Kalimantan Selatan," kata Iradat.
Dalam rangka mendukung perintah Presiden Joko Widodo memberantas mafia tanah, lanjut Iradat, Kementerian ATR/BPN perlu membuktikan keperpihakan kepada rakyat dengan secara tegas menindak dan memberantas dugaan praktik pelanggaran hukum di areal kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Inhutani II Unit Pulau Laut, Kalimantan Selatan.
Dia mengungkapkan, PT Inhutani II adalah pemegang Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.193/MENHUT-11/2006 (SK193/2006) dengan areal kerja pemanfaatan hutan seluas 40.950 ha di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Namun, beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 19 Juni 2017, oknum direksi PT Inhutani Il mengadakan kerja sama perkebunan sawit di sebagian area IUPHHK-HA bersama PT MSAM.
Baca Juga: Mahasiswa UPN Veteran Jakarta Resah, Rektor Bubarkan UKM Girigahana
"Diduga kerja sama tersebut tidak sesuai dengan SK 193/2006 sebab kawasan hutan PT Inhutani II digunakan sebagai perkebunan sawit tanpa memperoleh persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK)," papar Iradat.
Kerja sama perkebunan sawit ini, kata Iradat, selain tanpa persetujuan Menteri, disinyalir bermaksud mengalihkan kekayaan negara berupa hutan kepada oknum korporasi secara tidak sah. Menurut dia, dalam mengalihkan areal izin pemanfaatan hutan PT Inhutani II menjadi tanah HGU PT MSAM sebelum ada perubahan status kawasan.
Puncaknya, tutur Iradat, terjadi pada 4 September 2018, Menteri ATR/BPN menerbitkan Keputusan Pemberian HGU kepada PT MSAM dengan Nomor: 81/HGU/KEM-ATR/BPN/2018. Penerbitan HGU kepada PT MSAM menyebabkan hilangnya hutan negara seluas sekira 8.610 ha yang dahulu dimanfaatkan oleh PT Inhutani II.
Baca Juga: Pemerataan Insfrastruktur Jokowi Dorong Pertumbuhan Kualitas SDM Indonesia
"Oleh karena itu kami meminta kepada Kementerian ATR/BPN mencabut HGU PT MSAM dan memberantas tindakan perampasan aset negara," pungkas Iradat.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto merespons laporan Sawit Watch atas dugaan mafia tanah di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Mafia tanah ini terkait dengan dugaan penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) ilegal kepada PT Multi Sarana Agro Mandiri (PT MSAM) di dalam kawasan hutan di Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Menurut Hadi, pihaknya perlu mempelajari berbagai dokumen terhadap persoalan mafia tanah termasuk yang terjadi di Kotabaru, Kalsel.
Artikel Terkait
Dr. Pri Pambudi Teguh: Hakim Dituntut untuk Menggali Kebenaran Materiil Dalam Menghadapi Mafia Tanah
Tim Satgas Mafia Tanah Bareskrim Kantongi Data Alih Fungsi Lahan Tanpa Persetujuan di Bali
Diungkap! Menteri Hadi Tjahjanto Siap Tempur dengan Mafia Tanah
Menteri Hadi Pelajari Laporan Mafia Tanah di Kotabaru