HARIANTERBIT.com - Tragedi Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur menyebabkan sedih mendalam bagi keluarga korban, seperti yang dialami, Evi Elmiati, Dia kehilangan anak dan suaminya saat tragedi Kanjuruhan terjadi.
"Saya berangkat dari rumah sama anak dan suami saya. Suami dan anak saya meninggal, anak saya usia 3,5 tahun," kata Evi.
Dia bercerita, waktu kejadian, suaminya menggandeng anaknya, namun saat mau keluar, Pintu 13 ditahan, alasannya harus keluar satu-satu, sementara yang dari atas sudah ditembak gas air mata."
Baca Juga: Buntut Kasus KDRT, Rizky Billar Dipecat Indosiar
Saat itu, ada yang meluk saya, perempuan, mungkin dikira saya saudaranya, saya diajaknya ke atas tribune, saya terpisah dari suami dan anak saya. Sangat banyak orang berdesak-desakan," ujarnya dilansir CNNIndonesia.com.
Terinjak-injak
Evi melanjutkan, situasi yang tak terkendali menyebabkan banyak orang terjatuh dan terinjak-injak. Ditambah dengan gas air mata yang membuat semua orang saling dorong demi menyelamatkan nyawa.
"Sangat susah karena gas air mata, banyak yang jatuh, terinjak-injak, sementara pintu keluar hanya muat dua orang saja," kata Evi melanjutkan.
"Gas air mata yang ditembakkan seingat saya ada satu, tapi yang keluar ada empat. Kemudian ada yang ditembakkan ke lapangan, yang kedua langsung ke tribune timur," kata warga yang selamat dari tragedy itu, Rifqi.
Baca Juga: Pelimpahan Tahap II, Sambo Cs Diserahkan Penyidik ke Jaksa Hari Ini
"Yang paling parah itu yang ada di tribune 13 dan 14, karena polisi yang menembakkan itu posisinya ada di tribune 14. Rusuh kan di lapangan, yang di tribune tidak, tapi kenapa yang ditembak yang di tribune? Padahal ada anak-anak, perempuan juga."
Sementara itu, pelatih Arema FC Javier Roca mengisahkan momen tragis yang dialami oleh skuad Singo Edan dalam tragedi Kanjuruhan usai laga pekan ke-11 Liga 1. Roca dan para pemain melihat langsung suporter meninggal di ruang ganti. Roca mengungkapkan pemain-pemainnya begitu emosional.
"Ya memang sangat berat, waktu itu mencoba, coba untuk tegas, untuk tidak terlalu terpukul, tetapi dengan situasi seperti itu berat sekali. Dari situ sudah hilang kendali, sudah pada mulai teriak, sudah pada mulai pukuli pintu. Dengan rasa bersalah pertama, dengan rasa bersalah, dengan rasa yang tidak mampu membantu lebih," terang Roca.
Mantan arsitek tim Persik Kediri itu juga mengungkapkan korban meninggal di ruang ganti Arema FC adalah suporter berusia belasan. "Karena di saat waktu itu yang meninggal di ruang ganti adalah anak-anak masih muda. Saya yakin itu anak-anak masih di bawah umur."
"Ada kalau enggak salah cewek dua, umur 15-16 tahun. Jadi sangat berat, sangat berat, sangat apa ya? Ini peristiwa yang sebenarnya enggak harus kita alami tapi yah...Memang takdir kita di situ, jadi kita harus terima dengan besar hati," papar Roca.
33 Anak Meninggal
Artikel Terkait
Kapolri Investigasi SOP Pengamanan yang Diterapkan di Kanjuruhan
Bareskrim periksa Direktur LIB Hingga Kadispora Jatim Terkait Tragedi Kanjuruhan
Pemberi Perintah Penembak Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan Diburu Polisi
Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan jadi 131, Kapolda Jatim Menyesal dan Minta Maaf