HARIANTERBIT.com - Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengakui saat ini banyak publik yang merasa senang dengan kehadiran Hacker Bjorka. Kemungkinan banyaknya publik yang senang atas kehadiran Bjorka karena efek kenaikan harga BBM sehingga sentimen kepada pejabat dan pemerintah cenderung negatif.
"Belum lagi beberapa pernyataan seperti Menkominfo yang terkesan menyalahkan masyarakat untuk kejadian kebocoran data registrasi sim card," ujar Pratama Persadha kepada Harian Terbit, Minggu, (18/9/2022).
Terlepas dari banyaknya simpati ke Bjorka, sambung Pratama, tapi harus diakui bahwa baru kali ini kebocoran data menyita perhatian publik dengan luas. Oleh karena itu kehadiran Bjorka harus dijadikan momentum perbaikan bersama. Karena bagaimanapun yang dilakukan Bjorka adalah melanggar hukum seperti melanggar UU ITE dan UU Kependudukan.
Baca Juga: Tolak RUU Sisdiknas Ribuan Pimpinan PTS Ancam Kepung Istana
"UU ITE di pasal 30 soal mengakses sistem secara ilegal dan UU Kependudukan soal menyebarkan NIK KK secara ilegal pula," jelasnya.
Chairman Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) ini memaparkan, Bjorka bisa saja tidak meretas suatu sistem atau server akan tetapi beli atau mendapatkan data dari seseorang yang biasa disebut insider threat. Karena hacker yang asli biasanya tidak melakukan publish pada dirinya. Oleh karena itu kemungkinan Bjorka ini bisa jadi bukan individu tapi bisa jadi tim yang terdiri dari beberapa orang.
"Jadi kasus Said pemuda asal Madiun yang dituduh sebagai Bjorka sebenarnya sangat disayangkan oleh banyak pihak, padahal akun yang menuduhnya juga merupakan akun anonim," paparnya.
"Yang pasti saat ini kita harus menunggu pemerintah saja untuk mengusutnya seperti yang sudah disampaikan Menkopolhukam. Jangan malah ikut - ikutan untuk memanasi netizen pada berita dan informasi tidak jelas yang diberikan oleh akun yang kredibilitasnya masih dipertanyakan," sambungnya.
Baca Juga: Puncak Aksi 4 Oktober 2022, Puluhan Ribu Buruh Demo Tolak BBM Naik
Lebih lanjut Pratama menuturkan, dengan adanya satgas untuk menangani kasus Bjorka harapannya bisa memberikan jawaban ke publik tanah air, apalagi langsung atas perintah Presiden. Satgas khusus ini diisi oleh berbagai elemen yaitu BSSN, BIN, Kominfo dan Polri. Aparat punya pengalaman dalam menangkap triomacan2000 maupun para peretas tiket.com dan website KPU.
"Artinya kemampuan untuk melakukan penelusuran di dunia siber bukan hal baru lagi," tegasnya.
Pratama memaparkan, Bjorka merupakan akun anonim yang mengaku dari luar negeri. Untuk mengetahui posisinya Bjorka maka bisa saja dilakukan tracking, namun jika Bjorka memang piawai dan memakai tools untuk memalsukan posisinya maka tetap sulit dilakukan tracking, meski bukan hal yang tidak mungkin.
Tracking tidak hanya secara teknis namun juga lewat tracking jejaring hacker.
"Dicari informasi siapa Bjorka di komunitas internet dan hacker," tandasnya.
Namun, lanjut Pratama, dari sisi keamanan sistem elektronik, maka adanya Bjorka merupakan tamparan keras untuk seluruh penyelenggara sistem elektronik termasuk pemerintah bahwa keamanan harus merupakan hal utama, bukan sampingan. Sama halnya seperti Bjorka yang dianggap penjahat, PSE yang juga tidak memperhatikan keamanan juga selayaknya dipandang sebagai penjahat karena semena-mena terhadap data yang masyarakat berikan.
"Soal lokasi benar atau tidak (Bjorka) diluar negeri, apakah dia warga Indonesia atau tidak, tentu ini membutuhkan lebih dari sekedar kemampuan teknis di sisi siber, namun juga memerlukan pendekatan intelijen. Bagaimana informasi soal Bjorka ini didapatkan lewat jalur offline, jalur komunitas hacker, komunitas polisi, komunitas intelijen atau sumber informasi lain yang valid," jelasnya.