Artikel Riset Ilmiah Kandidat Doktor Bamsoet di Jurnal Internasional Scopus Tentang Urgensi PPHN

- Kamis, 1 September 2022 | 18:53 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bansoet)
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bansoet)

HARIANTERBIT.com - Ketua MPR RI sekaligus kandidat doktor studi Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran Bambang Soesatyo kembali menulis artikel riset ilmiah, berjudul 'The Urgency of the Staples of State Policy As a Legal Umbrella For The Sustainable Development Implementation to Face The Industrial Revolution 5.0'.

Riset itu telah dimuat dalam jurnal internasional terindex Scopus, Central Asia and The Caucasus Journal, Volume 23 Issue 1 2022, English Edition. Diterbitkan oleh CA and CC Press AB, dari Swedia.

Publik bisa membaca tulisan tersebut dengan mengklik tautan https://ca-c.org/submissions/index.php/cac/article/view/121/55

Baca Juga: Hasil Survei: Dipasangkan dengan Ganjar atau Anies, Airlangga Capres Teratas

"Selain sebagai salah satu syarat dalam menempuh pendidikan doktor di studi Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, artikel tersebut juga untuk memperluas khazanah pemikiran tentang urgensi kehadiran Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai payung hukum pelaksanaan pembangunan berkelanjutan Indonesia dalam menghadapi Revolusi Industri 5.0. Publik bisa membaca dan mengkritisinya, sehingga ruang dialog semakin terbuka, yang pada akhirnya akan semakin mempertajam pengetahuan tentang urgensi kehadiran PPHN," ujar Bamsoet di Jakarta, Kamis, 1 September 2022.

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dalam artikel tersebut dirinya menjelaskan tentang perjalanan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pada masa dahulu pernah dimiliki Indonesia sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia oleh para pendiri bangsa, Bung Karno dan Bung Hatta dengan nama Pola Pembangunan Semesta Berencana (PPSB) sebagai landasan program pembangunan nasional. 

Baca Juga: Kasus Korupsi Bos Duta Palma Surya Darmadi, Kerugian Negara Hingga Rp104 Triliun

Kemudian dilanjutkan pada era Presiden Suharto dengan nama Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai panduan jangka panjang pembangunan nasional. Namun akhirnya dalam amandemen ketiga konstitusi yang dilakukan pada 1-9 November 2001, keberadaan GBHN dihapuskan.

Perubahan penting lainnya dalam amandemen ketiga tersebut adalah presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih oleh MPR RI, melainkan langsung dipilih oleh rakyat. Sehingga program pembangunan tidak lagi didasarkan pada GBHN yang dibuat oleh MPR RI melainkan pada visi-misi presiden dan wakil presiden terpilih.

Baca Juga: Nama Puan Makin Berkibar Setelah Masuk Bakal Calon Presiden yang Diusung PAN

"Karena ketiadaan GBHN sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional, pemerintah kemudian membentuk UU Nomor 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan UU Nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. Namun dalam implementasinya, berbagai peraturan perundang-undangan tersebut masih menyisakan beragam persoalan. Selain kecenderungan eksekutif sentris, dengan model sistem perencanaan pembangunan nasional yang demikian, memungkinkan RPJPN dilaksanakan secara tidak konsisten dalam setiap periode pemerintahan," jelas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, demikian pula antara sistem perencanaan pembangunan nasional dan sistem perencanaan pembangunan daerah, yang berpotensi terjadi ketidakselarasan.

Baca Juga: Anies dan Ridwan Kamil Serahkan 3 Rekomendasi Urban20 G20 kepada Menko Airlangga, Ini Isinya

Mengingat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tidak terikat untuk mengacu pada RPJMN, karena visi dan misi Gubernur/Bupati/Walikota sangat mungkin berbeda dengan Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Halaman:

Editor: Anugrah Terbit

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X