UU Omnibus Law Ciptaker Tidak Dicabut, Aksi Sejuta Buruh Siap Digelar

- Senin, 11 Juli 2022 | 17:08 WIB
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat di Jakarta, Senin, 11 Juli 2022.
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat di Jakarta, Senin, 11 Juli 2022.

HARIANTERBIT.com - Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) akan digelar serentak di Jakarta dan di berbagai ibu kota Provinsi dan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, Rabu, 10 Agustus 2022 mendatang.

Saat ini sudah lebih 40 organisasi buruh yang akan tergabung di Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Ciptaker. Seperti Konfederasi, Federasi, Serikat Pekerja tingkat perusahaan, Ojol (Ojek Online), TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat) dan lain-lain di Seluruh Indonesia.

Baca Juga: Kebut Pembangunan, Jokowi Setiap 3 Bulan Sekali Bakal Tinjau IKN Nusantara

"Aksi unjuk rasa akbar ini akan dilakukan karena Pemerintah maupun DPR tidak menghiraukan berbagai aksi dan dialog-- baik sebelum dan sesudah disahkannya UU Omnibus Law Ciptaker yang telah dilakukan oleh berbagai serikat pekerja atau serikat buruh yang terjadi hampir di seluruh daerah terutama di Jakarta," ujar Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat di Jakarta, Senin, 11 Juli 2022.

Pemerintah dan DPR, sambung Jumhur, malah merespon dengan men-sah-kan revisi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (PPP). Adanya UU PPP tentu saja bisa menjadi alat untuk melegitimasi UU Omnibus Law Ciptaker yang telah dinyatakan lnkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi Konstitusional dan berlaku di Indonesia.

Baca Juga: Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022 Resmi Dibuka, Digitalisasi Menjadi Pilar Indonesia Maju

"Kita ketahui bahwa UU Omnibus Law Ciptaker ini sudah bermasalah sejak awal pembentukannya dan hal itu tergambar dengan jelas dari reaksi yang timbul dari banyak komponen masyarakat. Karenanya bisa dikatakan bahwa Pemerintah bersama DPR telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam pembentukan UU tersebut," tegasnya.

Jumhur mengungkapkan, salah satu pelanggaran yang tidak memungkinkan UU Omnibus Law Ciptaker dapat disahkan adalah Putusan MK yang menyatakan bahwa Omnibus Law Ciptaker tersebut melanggar asas yang tercantum dalam UU PPP. Pelanggaran asas tersebut adalah tidak secara memadai dilibatkannya berbagai pemangku kepentingan termasuk serikat buruh sebagai representasi pekerja/buruh dalam proses pembentukannya.

Baca Juga: Nasaruddin Umar: Istiqlal Siapkan Ulama Perempuan

Secara gamblang UU Omnibus Law Ciptaker ini melanggar Pasal 5 huruf (g) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu mengabaikan asas keterbukaan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan. Sehingga buruh tidak dapat memberikan masukan baik dalam tahap perencanaan dan penyusunan draft/naskah maupun saat pembahasan di DPR.

Dengan mengabaikan asas keterbukaan, sambung Jumhur, maka materi Muatan UU Ciptaker banyak melanggar kaidah dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dimana materi-materi muatannya di antaranya mengabaikan asas pengayoman, asas keadllan dan asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan di mana setiap materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan dan rasa keadilan sehingga menciptakan ketenteraman dalam masyarakat.

Baca Juga: Miliki Komitmen Kuat, Masyarakat Pesisir Dukung Ganjar Pranowo Jadi Presiden

Akibat proses pembentukan UU yang banyak melanggar asas maka pekerja/buruh merasakan ketidakadilan serta hilangnya perlindungan dari negara dalam masa bekerja karena status kerja yang tidak ada kepastian akibat kerja kontrak, alih daya (outsourclng) dan ancaman PHK yang setiap saat menghantuinya serta aturan yang menurunkan standar kesejahteraan. Hal ini akan menyebabkan terganggunya keseimbangan, keserasian dan keselarasan serta produktivitas dalam hubungan industrial,

Selain itu, UU Omnibus Law Ciptaker juga telah mengabalkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karena mulai dari perencanaan dan penyusunannya tidak melibatkan Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit. Hal ini artinya tidak terjadi proses komunikasi, konsultasi, musyawarah secara tuntas sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 19 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Halaman:

Editor: Anugrah Terbit

Tags

Artikel Terkait

Terkini

KPU Ungkap 19 Caleg Dinyatakan Psikopat

Jumat, 9 Juni 2023 | 10:51 WIB
X