PBHI: Jangan Berbasis Pendekatan Keamanan, Atasi Kekerasan di Papua dengan Pendekatan Kemanusiaan

- Rabu, 29 Maret 2023 | 14:48 WIB
Ketua PBHI Julius Ibrani
Ketua PBHI Julius Ibrani

HARIANTERBIT.com - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan, dari bacaan PBHI, Papua masih dikategorikan sebagai satu wilayah khusus seperti titik perang, seperti yang dulu dikenal dengan nama Daerah Operasi Milliter (DOM) yang terjadi di Aceh. Tapi saat ini karena sudah banyak tekanan-tekanan internasional dan juga kerjasama internasional berbasis ekonomi maka penamaan atau pemberian status semacam DOM tidak ditetapkan.

“Namun faktanya di lapangan pendekatan-pendekatan yang dilakukan terhadap Papua itu masih berbasis pendekatan keamanan seperti Daerah Operasi Militer,” ujar Julius Ibrani kepada Harian Terbit, Selasa (28/3/2023).

Dia memaparkan, indikator adanya DOM di Papua, misalnya lebih banyak pendekatan kekerasan represi, penggunaan senjata api. Bahkan juga penggunaan artileri dan segala macam militeristik pada saat merespon berbagai macam dinamika kebebasan sipil dan demokrasi di Papua.

Baca Juga: BNN Ungkap 319 Kilogram Sabu, Delapan Orang Iran Ditangkap

Selain itu, pembangunan -pembangunan infrastruktur di Papua juga tidak transparan dan tidak berbasis kepentingan masyarakat asli Papua. Oleh karena adanya pendekatan militeristik maka ketika ada yang menolak pembangunan akan segera ditindak oleh militer. Tindakan-tindakan represi kekerasan sangat terlihat di Papua, seperti penggunaan senjata api.

“Pendekatan security sector itu masih ada di Papua. Jadi seolah-olah memang seperti Daerah Operasi Militer,” tandasnya.

Dalam tiga tahun terakhir, sambung Julius, setelah Papua dilanda pembangunan besar-besaran akibat proyek strategis nasional. Namun pembangunan itu untuk komersialisasi swasta bukan untuk masyarakat Papua. Sehingga represi juga berubah atau berubah bertransformasi lebih kompleks lagi yang awalnya merespon berbagai macam dinamika kebebasan sipil.

Baca Juga: Begini Kondisi Agnes saat Jalani Sidang Perdana Perkara Penganiayaan David Ozora

“PBHI mencatat ada dinamika ekspresi sipil yang juga turut diberantas. Namun aktornya bukan lagi TNI atau militer tetapi aktornya adalah Polri,” paparnya.

553 Korban

PBHI, lanjut Julius, mencatat di dalam riset PBHI tahun 2022, paling tidak ada 553 korban dari ekspresi sipil, baik saat massa berkumpul dalam kerangka protes, dalam rangka kultur atau budaya ataupun kepentingan-kepentingan lain yang kemudian direspon secara represif oleh Polri. Oleh karena itu dalam catatan PBHI, unjuk rasa menjadi paling banyak dengan pembubaran paksa yang dilakukan Polri.

“Pelaku terhadap represi ekspresi ini adalah Polri dan jenis pelanggaran terbanyak adalah kebebasan berpendapat di muka umum,” jelasnya.

Julius memaparkan, situasi di Papua jelas bukan pendekatan hukum lagi tapi pendekatan keamanan bernuansa militer apapun instansinya dan represi menggunakan senjata ataupun secara fisik. Papua dalam catatan PBHI pendekatan hukumnya tidak ada karena berbagai macam tindakan yang ada kaitannya dengan hukum misalnya, ada penangkapan tetapi dilakukan sewenang-wenang tanpa surat-surat penangkapan.

Baca Juga: Tegas! Ahmad Dhani Larang Once Bawakan Lagu Dewa 19

Julius memaparkan, kenapa masyarakat Papua mendapatkan perlakuan yang begitu rendah dalam konteks kemanusiaan yaitu berangkat pada pemenuhan standar-standar hak asasi manusia. Level perlakuan terhadap masyarakat Papua masih level yang paling rendah se-Indonesia. Artinya pendekatan yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat Papua bukan pendekatan hukum.

Halaman:

Editor: Zahroni Terbit

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Dua Ribu Buruh Kepung MK dan Istana Negara

Senin, 5 Juni 2023 | 12:51 WIB

Jadi Sorotan, Banyak Jalan Rusak di Daerah

Sabtu, 3 Juni 2023 | 14:07 WIB
X