Gatot Nurmantyo: Saya Sedih Presiden Dianggap Buta, Tuli, dan Tolol

- Selasa, 21 Maret 2023 | 13:33 WIB
Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo (Tangkapan layar YouTube Refly Harun/)
Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo (Tangkapan layar YouTube Refly Harun/)

HARIANTERBIT.com - Transaksi mencurigakan Rp349 triliun yang diungkap oleh Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dan disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD ke publik mendapat perhatian dan membuat mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo prihatin.

Dalam diskusi publik Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) dengan tema Potret Kejahatan Keuangan di Kemenkeu, Senin (20/3 2023) di Jakarta, Gatot menyatakan teringat kasus tindak pidana pencucian uang saat berada di dalam kabinet sebagai Panglima TNI.

Gatot merasa sedih, presiden dianggap bodoh oleh para pembantunya. Ia menceritakan pengalaman masa lalu dengan penuh keharuan.“Saya menjadi ingat pernyataan Mayjen TNI Soenarko bahwa pemerintah menganggap rakyatnya buta, tuli, dan tolol. Tetapi saya koreksi, bukan begitu. Justru pembantu Jokowi itu yang menganggap presidennya buta, tuli, dan tolol,” kata Gatot dalam diskusi publik tersebut.

Baca Juga: USAHID Tingkatkan Kerja Sama Nasional dan Internasional

Gatot meyakini gonjang-ganjing keuangan di Kementerian Keuangan itu bersifat politik. “Kesimpulan saya, semua ini faktor politik,” paparnya.

Gatot lantas membuktikan dan menceritakan pengalaman masa lalunya ketika berbincang dengan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.

“Pada September 2015 saya ditelepon oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Pak Gatot, kemarin presiden rapat terbatas bidang ekonomi, beliau marah. Beliau habis dilapori oleh Dirjen Pajak yang katanya perolehan pajak semuanya baik-baik saja. Tiba-tiba beliau dapat informasi, pajak bulan September 2015 baru mendapat Rp650 Triliun dari target Rp1.292 Triliun. Presiden mendapat masukan bahwa tiga bulan terakhir yakni Oktober, November, Desember diambil perolehan pajak tertinggi. Tahun 2012, 2013, dan 2014 bulan Oktober tertinggi, November tertinggi, dan Desember tertinggi. Setelah digabungkan ternyata cuma Rp1.008 Triliun. Itu bisa mengakibatkan defisit anggaran,” papar Gatot.

Gatot tak habis pikir, para pembantunya memberlakukan presiden seperti itu. Seakan-akan presiden tidak tahu apa-apa. Padahal yang mengungkap kejanggalan perolehan pajak itu, presiden sendiri.

“Bayangkan seorang presiden dibegitukan. Anehnya beliau sendiri yang menemukan kejanggalan ini. Sekarang ada usulan agar pakai Surat Utang Negara (SUN), ternyata tidak bisa. Waktu itu kebetulan akan terjadi Pilkada serentak dan kepala daerah takut KPK, di mana ada Rp270 Triliun di Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang masing-masing dijadikan dana pinjaman. Dalam situasi normal, Presiden tidak dianggap punya pemikiran, tidak dianggap tahu,” tegasnya dilansir FNN.

Baca Juga: Hati-hati, RKAB yang Diteken Plh Dirjen Minerba Ternyata Bermasalah

Pada satu kesempatan, lanjut Gatot, presiden menyatakan bahwa ekspor sejak 2020 naik drastis, tapi yang masuk kok cuma 15 persen. Bahkan Bank Indonesia sendiri menyatakan bahwa devisa masuk semua.

“Maaf saya katakan, presiden ini dianggap oleh pembantunya seperti itu. Presiden mengatakan banyak yang masuk, tetapi nyatanya kok tidak ada yang masuk. Padahal Bank Indonesia sebagai pengawas sumber daya manusia, perkebunan, kehutanan, kelutan, dan pertambangan, begitu keluar dari kepabeanan diawasi oleh Bank Indonesia, tiga bulan kemudian harus masuk ke rekening khusus devisa, di mana rekening khusus devisa ini tidak boleh dari bank-bank yang punya cabang di luar negeri, jadi harus masuk ke Indonesia,” paparnya.

Lalu, lanjut Gatot, para eksportir harus punya escort account yang kalau ada apa-apa bisa langsung diambil. Dan itu harus tiga bulan kemudian. Kemudian otoritas jasa keuangan (OJK) juga mengadakan pengawasan keluar masuknya. Bea cukai juga mendapat laporan dari Bank Indonesia.

Gatot merasa optimistis kalau para pembantu presiden jujur dan transparan, semua kejanggalan bisa diungkap. Mekanismenya sudah jelas, namun tidak dilakukan.

“Saya yakin, kalau Bank Indonesia, bea cukai, dan OJK dicek secara bersama-sama, pasti perusahaan-perusahaan temannya para menteri itu tidak masuk. Pasti ada di rekening yang lain. Maka, gak pernah masuk-masuk. Semuanya ini mereka kira presiden tidak tahu. Padahal solusinya gampang, tinggal cek saja,” paparnya.

Baca Juga: Karolin: Puan Berikan Contoh Kader PDIP Harus Turun ke Akar Rumput 

Halaman:

Editor: Zahroni Terbit

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X