Siapkan Aksi Mogok Besar
HARIANTERBIT.com - Sejumlah Organisasi Serikat Buruh menolak Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 yang memperbolehkan pemotongan upah indutri padat karya orientasi ekspor hingga 25%. Oleh karena itu buruh akan melakukan perlawanan yang sekuat-kuatnya terhadap Pemenaker No 5 Tahun 2023 dengan beragam aksi baik melaporkannya ke Organisasi Buruh Dunia (ILO) maupun turun ke jalan.
"Buruh menolak keras Permenaker No 5 Tahun 2023 dan akan melakukan perlawanan yang sekuat-kuatnya terhadap Pemenaker," tegas Presiden Partai Buruh, Said Iqbal di Jakarta, Minggu (19/3/2023).
Menurut Said Iqbal yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), tidak pernah dalam sejarah Republik, upah itu dipotong terhadap para pekerja.
Baca Juga: Jokowi Dinilai Masih Ingkari Janji-janjinya
“Setidaknya ada 4 alasan, mengapa Permenaker No 5 Tahun 2023 ditolak buruh,” tandasnya.
Pertama, Menaker telah melawan Presiden. Partai Buruh dan organisasi serikat buruh berkeyakinan, Menaker tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan Presiden ketika mengeluarkan Permenaker No 5 Tahun 2023. Apalagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah menandatangai Perppu No 2 tahun 2022, yang tidak mengatur dibolehkannya menurunkan upah buruh.
“Walaupun buruh menolak Perppu, tetapi dalam Perppu jelas diatur, dalam pasal tentang upah minimum dikatakan tidak boleh pengusaha membayar upah buruh di bawah upah minimum,” jelasnya.
"Sikap Menteri yang melawan Presiden, berbahaya. Ini terjadi untuk yang kesekian kalinya. Beberapa waktu lalu Manaker sempat mengeluarkan Permenaker terkait JHT yang bertentangan dengan PP 45 yang ditandatangani Presiden. Menaker dan jajarannya benar-benar tidak memahami dunia ketenagakerjaan. Tidak mengerti hukum," tambahnya.
Alasan kedua buruh menolak Permenaker No 5 Tahun 2023, sambung Said Iqbal, karena akan menurunkan daya beli. Karena kalau upahnya murah, maka menyebabkan daya beli turun. Daya beli turun, maka konsumsi akan berkurang. Kalau konsumsi berkurang, maka pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai.
“Ditengah kesulitan ekonomi, Partai Buruh setuju industri padat karya disebut mengalami kesulitan. Tetapi kalau kebijakannya memotong upah, jadi dobel. Pengusaha sulit, buruh juga sulit. Kalau daya beli turun, buruh tidak bisa membeli barang yang dioroiduksi pengusaha, justru akan menghantam lebih banyak,” paparnya.
Baca Juga: Korban dan Tersangka Mutilasi Pasangan Gay, Setelah Bertengkar, DA Habisi Korban R
Alasan ketiga, terjadi diskriminasi upah. Karena di dalam UU Perburuhan dan Konvensi ILO No 133, tidak boleh ada diskriminasi upah. Jika ada perusahaan padat karya orientasi ekspor dan ada yang tidak ekspor, maka tidak boleh ada diskriminasi. Karena jika ada diskriminasi maka jelas akan merugikan perusahaan orientasi dalam negeri.
“Karena harus tetap membayar upah buruh secara penuh, dan saat yang sama buruh di perusahaan orientasi ekspor upahnya hanya 75%. Akibatnya produk perusahaan orientasi pasar dalam negeri tidak laku, karena ada penurunan daya beli,” tandasnya.
Keempat, saat ini perusahaan Padat karya sudah mendapatkan beragam kompensasi. Industri padat karya orientasi ekspor akan tetap untung sekalipun oder produksinya berkurang. Karena perusahaan orientasi ekspor tukang jahit, maka setiap pcs produknya sudah dihitung keuntungannya.
Artikel Terkait
DPR Minta Demo Buruh Berjalan Kondusif Dalam Koridor Demokrasi
Ribuan Buruh dan Petani Bakal Aksi Besar-Besaran
Buruh Siap Gelar Aksi Besar-besaran, Iqbal: Saat Buruh Susah Pejabat Hidup Berfoya-foya