HARIANTERBIT.com - Pegiat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Fahri Lubis mengatakan, berdasarkan hasil survei dan monitoring serta aspirasi masyarakat diharapkan kepada Menteri LHK RI bersama Dirjen Gak Kum Kementerian LHK RI untuk segera turun ke kawasan Tanjung Kalap Bumi Harjo.
Pasalnya di daerah tersebut terdapat banyak PBS (Perusahaan Besar Swasta) yang kegiatan produksinya berada di dalam kawasan Hutan Produksi dan Kawasan PIPIB (Peta Indikatip Penundaan Izin Baru).
"Dengan kehadiran Ibu Menteri LHK RI sebagai langkah konkret implementasi dari sosialisasi pelaksanaan tiga Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK)," ujar Fahri Lubis dalam keterangannya, Kamis, 13 Oktober 2022.
Baca Juga: 3 Anak Saksi dan Korban Tragedi Kanjuruhan Minta Perlindungan LPSK
Adapun tiga PP tersebut yaitu, pertama, PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; kedua, PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan; dan ketiga, PP Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
"Penegakan hukum tidak pandang bulu karena di wilayah tersebut ada beroperasi perusahaan plat merah yakni PT Pelindo III yang perlu diperiksa tentang izin pinjam pakai untuk kawasan hutan (IPPKH) atau Izin Pelepasan Kawasan Hutan dan apabila ternyata belum memiliki ijin. Dimaksud dapat dikenakan sanksi administrasi berdasarkan UUCK Pasal 110 A dan Pasal 110 B karena merugikan negara," jelasnya.
"Untuk itu saya mengharapkan kepada Ibu Menteri LHK RI harus turun tangan dan bertindak tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang nakal dan tidak mau menggurus izin di kawasan hutan yang pasti sama dengan telah merugikan negara," tambahnya.
Seperti diketahui bahwa dikawasan Bumiharjo, Kalap, Kelurahan Kumai Hulu merupakan Kawasan Hutan Produksi berdasarkan TGHK 1982 bahkan sampai sekarang statusnya tidak berubah tetap menjadi kawasan hutan.
Begitu pula jika berdasarkan Perda RTWRP Kalteng No.5 Tahun 2015, kawasannya juga merupakan kawasan hutan produksi Jika mengacu pada TGHK 1982, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Keputusan Menteri LHK Nomor 529 Tahun 2012 dan Perda RTRWP Kalteng No. 5 Tahun 2015.
Patut diduga penerbitan izin HPL PT Pelindo tahun 2000 dan Sertifikat Hak Pengelolaan PT Pelindo Tahun 2001 yang diterbitkan oleh BPN Kotawaringin Barat, terindikasi tidak melalui proses izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan atau Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan. Sehingga hal ini dapat dikatakan cacat administrasi dan hukum.
"Kita berharap Ibu Menteri LHL RI dan Menteri ATR-BPN dapat mencabut Sertifikat HPL Pelindo III," tegasnya.
Fahri menuturkan, sesuai Peraturan Presiden RI Nomor 92 tahun 2020 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bunyi Pasal 5 dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai tupoksinya.
"Guna memenuhi hal dimaksud diharapkan Ibu Menteri LHK RI dan Dirjen Gakkum LHK RI bisa mengambil langkah - langkah kongret untuk melaksanakan tugasnya sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dimaksud," tandasnya.
Baca Juga: Bareskrim Antisipasi Resesi Global Picu Peningkatan Peredaran Narkoba