HARIANTERBIT.com - Juru Bicara Rekan Anies Dedi Satria dapat kabar jika Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri disebut memaksakan penetapan tersangka terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait kasus Formula E. Kabar ini bahkan sampai menjadi trending topic di Twitter.
"Ada dugaan KPK sedang berpolitik terkait dengan Pilpres 2024, dimana ada kekuatan politik yang tidak menghendaki Anies Baswedan maju sebagai calon presiden," kata Dedi melalui siaran persnya, Sabtu (1/10/2022).Baca Juga: Bentuk Kerusuhan Panjuruhan, IPW: Ketua Umum PSSI Harusnya Malu dan Mengundurkan Diri
Pasalnya, menurut Dedi, sangat aneh ketika KPK bersikeras melakukan penyidikan terhadap sebuah kasus yang tidak ada rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).
Dedi menerangkan, dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap gugatan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, MK mengabulkan permohonan penggugat pada tanggal 25 Januari 2017.Baca Juga: Suka Cita Sambut Wisuda ke-56 Universitas BSI, Calon Wisudawan Bisa Ajak Keluarga
Dalam amar putusan tersebut, MK memutuskan aparat penegak hukum harus membuktikan adanya kerugian negara sebelum dilakukan penyelidikan perkara korupsi, sebab banyak penyidikan yang sewenang-wenang.
"Jelas MK tidak bisa menentukan adanya kerugian negara sehingga tidak bisa melakukan penyidikan terhadap dugaan korupsi dalam pelaksanaan formula E," kata Dedi.
Sedangkan, menurut Dedi yang berwenang menentukan kerugian negara adalah BPK melalui hasil audit.
"Ini sesuai dengan UU Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 yang mengatur tugas BPK salah satunya adalah pemeriksaan, pengelolaan dan tanggung jawab keuangan pemerintahan," kata Dedi.Baca Juga: Lewat Indonesia Millenial & Gen-Z Summit 2022, Ajinomoto Ajak Generasi Muda Hidup Sehat
Selain BPK, audit bisa juga dilakukan oleh BPKP. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 dan 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014 Tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Dalam Perpres tersebut dinyatakan, pelaksanaan audit, review, evaluasi, dan pemantauan," kata Dedi.
Selain juga, lanjut Dedi, kegiatan pengawasan lainnya terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban akuntabilitas penerimaan negara/daerah dan akuntabilitas pengeluaran keuangan negara/daerah serta pembangunan nasional dan/atau kegiatan lain yang seluruh atau sebagian keuangannya dibiayai oleh anggaran negara/daerah dan/atau subsidi termasuk badan usaha dan badan lainnya yang didalamnya terdapat kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah serta akuntabilitas pembiayaan keuangan negara/ daerah.
"Kami minta KPK tidak mempolitisasi hukum," tambahnya.