HARIANTERBIT.com - Pemerhati Anak dan Pendidikan, Retno Listyarti menyoroti perang sarung yang telah memakan korban jiwa. Menurutnya, awal perang sarung itu adalah tradisi bermain para remaja saat bulan Ramadhan. Perang sarung lebih seperti permainan, dimana sarung yang ujungnya diangkat bertujuan untuk menyerang lawan bermain, namun tidak terasa sakit.
Namun, sambung Retno, permainan perang sarung berubah menjadi tawuran yang bertujuan melukai atau melumpuhkan lawan, bahkan belakangan ujung sarung dimasukan batu bahkan ada juga benda tajam sehingga ketika dipukulkan ke pihak lawan akan terasa sakit bahkan terluka.
“Jika mengenai kepala atau mata akan sangat fatal dampaknya,” tegas mantan Komisioner KPAI ini. kepada Harian Terbit, Rabu (29/3/2023).
Baca Juga: Program Mudik dan Balik Gratis Angkutan Lebaran Habiskan Rp3,27 Miliar, Ini Penjelasan Dishub DKI
Sebagai antisipasi jatuhnya korban, lanjut Retno, maka permainan perang sarung yang dimodifikasi untuk melukai atau membunuh lawan harus dicegah dan ditindak tegas oleh aparat penegak hukum. Tindakan hukum itu agar ada efek jera dan tidak ada korban terluka, apalagi sampai meninggal dunia.
“Para orangtua dan masyarakat sekitar juga harus berpartisiapasi mencegah dan segera lapor jika ada hal hal yang mencurigakan ketika ada sejumlah anak tampak berkumpul,” tandasnya.
Perang sarung sudah terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di Pal Merah, Jakarta Barat, polisi telah menangkap dua pelaku pembacokan terhadap MJ alias Jatmico (29) yang mengakibatkan korban tewas, Kamis (23/3/2023) lalu.
Baca Juga: Terbukti Saat jadi Gubernur DKI Jakarta, Relawan: Anies Tokoh Nasionalis-Religius
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Syahduddi nengatakan kedua pelaku yakni L alias Keling (19) dan satu pelaku lainnya masih di bawah umur berinisial U. Safari
Artikel Terkait
Mau Tawuran, Polisi Tangkap 18 Pelajar
Perang Sarung, 15 ABG Berakhir di Kantor Polisi dengan Sangkur dan Batu Jadi Barang Bukti
Mengerikan, Perang Sarung Sudah Makan Korban Jiwa