HARIANTERBIT.com - Pelabelan galon plastik polikarbonat yang mengandung bahan kimia berbahaya Bisphenol A (BPA) bak berjalan terseok-seok. Padahal ini cuma kebijakan pemerintah untuk pelabelan kemasan galon BPA, bukan pelarangan kemasan BPA seperti di luar negeri.
Sikap Indonesia justru sangat lunak, tapi market leader industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang dikuasai investasi asing terus menolak pelabelan.
Akibat pelabelan galon bekas pakai terus ditunda-tunda, maka tak terhindarkan lagi, puluhan juta orang Indonesia terus minum air dari kemasan galon BPA setiap hari, termasuk ibu hamil dan balita yang sangat rentan terhadap paparan bahaya senyawa kimia BPA.
Baca Juga: Anies Baswedan Genggam Tiket Capres, Fahira Idris: Silahkan Kuliti Rekam Jejaknya
Sementara di luar negeri, kemasan plastik BPA sudah tegas dilarang dan dibatasi secara ketat. Ada apa dengan Indonesia?
Padahal, kata Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait, “Semua pakar kesehatan dunia yang telah melakukan riset sepakat bahwa BPA sangat berbahaya bagi usia rentan, yaitu bayi, balita, dan janin pada ibu hamil. Bahkan BPA dinyatakan sebagai polusi yang tak terlihat,” kata Arist dalam Diskusi Publik ‘Bebaskan Anak-anak Indonesia dari Kemasan BPA yang Berbahaya’di Jakarta, Kamis, 26 Januari 2023.
Dunia internasional sudah paham bahaya senyawa BPA tidak main-main, karenanya secara global plastik BPA diregulasi sangat ketat dan dilarang di banyak negara maju. Uni Eropa sudah melarang penggunaan BPA sejak 2011, Kanada melarang kemasan BPA untuk anak dan orang dewasa (2017), negara bagian di Amerika Serikat juga sudah mengeluarkan larangan BPA untuk kemasan seperti California (2015), Connecticut (2014), Illinois (2014), Maryland (2014), Massachusetts (2014), Minnesota (2014), New York (2014), Washington (2014), termasuk juga Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Malaysia.
Baca Juga: Ketua PBNU dan Anggota DPR Titipkan Mahasiswa ke Dirjen Dikti
Menurut Arist, Komnas PA terus mengawasi kemasan mengandung BPA yang merupakan, “Salah satu bentuk kekerasan yang tak bisa dilihat, yaitu kekerasan dalam bentuk merampas kesehatan anak.”
Para pelaku usaha dan beberapa pihak terkait sepertinya lebih memilih kepentingan industri dan membiarkan kekerasan tak terlihat ini terus terjadi. Pembiaran ini dilakukan dengan cara,
“Dibiarkannya anak-anak, bayi, balita dan janin terus mengonsumsi makanan dan minuman dari wadah atau kemasan yang mengandung BPA,” kata Arist.
Baca Juga: Selingkuh, Polda Metro Tahan Kompol D
Menurut Arist, senyawa BPA tersebut banyak ditemukan di berbagai kemasan yang selama ini digunakan sehari-hari. Utamanya kemasan untuk menyeduh air susu dan wadah yang terbuat dari plastik, seperti galon bekas pakai yang oleh industri AMDK terus digunakan berulang-ulang untuk kemudian dijual lagi ke konsumen.
“Saya kira industri wajib hukumnya membuat peringatan itu (BPA),” kata Arist.
Arist menyayangkan beberapa kemasan plastik seperti galon bekas pakai yang belum mencantumkan label peringatan bahaya BPA.
Artikel Terkait
Pakar dari UI, ITB, USU, UHAMKA Sepakat Pelabelan BPA Galon Guna Ulang Tidak Diperlukan
Pakar Polimer UI: Migrasi BPA Terjadi pada Galon yang Digunakan Berulang
GAPMMI: Pilih Alternatif Air Minum Kemasan Galon yang Bebas BPA
Masa Depan Anak dan Balita Indonesia Terancam Senyawa BPA dari Kemasan Plastik Polikarbonat